Nurang nang Tetinggal

Penulis dan Foto: Taufik Hidayat

Nurang nang Tetinggal

Penulis: Taufik Hidayat | 8 Agustus 2022

“Halo, nama saya Mimbing. Saya senang sekali bisa mendapatkan kesempatan untuk mempelajari ilmu pemetaan yang belum pernah saya pelajari sebelumnya. Ilmu ini akan sangat berguna tentunya, karena Orang Rimba sangat membutuhkan ilmu tersebut agar bisa memetakan wilayahnya sendiri, sebagai senjata yang bisa kami simpan untuk mempertahankan wilayah kami,” kata Mimbing, pemuda Orang Rimba penghuni Hutan Bukit Duabelas Jambi.

Bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Kelompok Makekal Bersatu (KMB), Mimbing mengikuti pelatihan GIS dan film dokumenter pada bulan Mei lalu. Pelatihan ini adalah satu upaya mereka untuk mempertahankan adat dan tanah nenek moyangnya. Keresahan akan kehilangan tana nenek puyang yang menjadi tumpuan hidup mereka masih terus menjadi bayang-bayangnya.

Sudah 13 tahun RUU Masyarakat Adat yang menjadi harapan atas perlindungan hak-hak masyarakat adat hanya sekadar tulisan di atas kertas. Sementara, ancaman akan sengketa lahan, perampasan wilayah, pelanggaran hak, stigma, diskriminasi, dan kriminalisasi hingga kini masih membayangi mereka. Belum lagi berbagai permasalahan terkait perubahan dan pengaruh zaman yang harus dihadapi.

Yang terjadi pada Orang Rimba Kejasung misalnya, mereka kerap berkonflik dengan perusahaan karena wilayah adatnya telah dikuasai oleh perusahaan. Kini mereka kesulitan mencari sumber penghidupan dan tersingkir dari wilayahnya sendiri. Di Tebing Tinggi, Sumatera Selatan, Orang Rimba dijanjikan kerja sama plasma sejak dua dekade lalu. Mereka justru mengaku kehilangan segalanya: tanah adat, tempat berburu, dan rumah untuk berkumpul dengan anak cucu. Di Desa Teluk Bakung, Kubu Raya, Kalimantan Barat, perusahaan sawit menjalin kerja sama plasma dengan lebih dari 900 warga. Namun alih-alih keuntungan, mereka justru mengaku dibebani utang hingga mencapai ratusan juta rupiah. Masih banyak kasus serupa yang terjadi pada masyarakat adat lain di Indonesia.






















Perubahan dan Pengaruh Pasar

Adat dan budaya yang perlahan tergerus oleh modernisasi membawa Orang Rimba kian bergantung pada sistem yang manipulatif. Budaya instan yang ditawarkan oleh pasar menyebabkan generasi muda mulai enggan untuk bercocok tanam. Mereka memilih berburu atau meramu berbagai hasil hutan yang bisa langsung dijual untuk segera dapat dibelanjakan dibandingkan harus bercocok tanam yang membutuhkan proses cukup panjang. Sementara, para tetua sudah tak sekuat dulu, tenaganya kini hanya mampu digunakan untuk berjalan. Tradisi pangan lokal pun tergantikan. Benor, pilo, sagu, ubi kayu dan berbagai kekayaan pangan tradisional lainnya tak mudah lagi ditemukan di rimba, keberadaanya telah tergantikan dengan beras yang diimpor dari berbagai belahan dunia.

Kini, kebutuhan pangan separuhnya berasal dari pasar. Limbah pasar pun terbawa ke rimba, termasuk bahan pengawet atau zat lain yang memunculkan berbagai penyakit yang tidak pernah ada sebelumnya. Obat tradisional dan dukun rimba sudah tak mampu lagi mengatasi penyakit baru yang bermunculan sehingga mau tak mau, kini Orang Rimba harus keluar untuk membeli obat di apotek atau berobat ke rumah sakit yang jaraknya tak dekat dari rumah mereka. Belum lagi prosedur membingungkan dan pelayanan diskriminatif yang harus dihadapi.

Membangun Bendungan

“Adat dan tradisi Orang Rimba yang selama ini bercocok tanam sudah mulai ditinggalkan dikarenakan adanya pengaruh dari pasar sehingga dalam film ini, kami menggali informasi dari tetua adat tentang tanaman yang biasanya dibudidaya Orang rimba. Ternyata karena pengaruh dari pasar tersebut, banyak para pemuda sudah malas untuk bercocok tanam sehingga banyak tanaman yang biasanya ditanam jadi dilupakan,” ujar Pengendum mengenai proses pembuatan film dokumenter berjudul Nurang nang Tetinggal.

Nurang nang Tetinggal merupakan representasi kondisi Orang Rimba saat ini dan perjuangan pemuda Orang Rimba yang berusaha untuk membawa adat istiadatnya bersama berubahnya zaman. Film dokumenter ini menjadi pelampiasan mereka dalam mengkritisi perubahan zaman dan Orang Rimba sendiri yang menelan mentah mentah modernisasi, melupakan kekayaan pangan tradisionalnya dan lebih memilih menggantungkan kebutuhan kepada pasar. Fokus penting dalam film ini adalah perjuangan pemuda Orang Rimba yang berupaya mengembalikan pangan tradisionalnya, dikarenakan perubahan pola konsumsi Orang Rimba. Nurang nang Tetinggal berarti menjemput yang tertinggal, bermakna usaha untuk kembali menjemput sesuatu yang tertinggal dan membawanya bersama perubahan zaman.

Atas itu, mereka tak mau tinggal diam dan terus memperkuat bendungan demi menahan laju perubahan. Berharap bendungan ini dapat menjadi tumpuan dahaga. Mereka berupaya bersiap atas bayang-bayang tadi, mengadopsi modernisasi sebagai bahan material untuk memperkuat bendungannya. Mereka sadar bahwa buah modernisasi tak selamanya harus dihindari. Dengan kesadaran ini, KMB melibatkan berbagai pihak untuk mendukung mereka dalam mempersiapkan diri dengan cara meningkatkan kapasitas dalam berbagai hal, bekerja sama dengan berbagai pihak, pemerintahan ataupun swasta, dalam atau luar negeri.

Kali ini, KMB bekerja sama dengan People’s Planet Project (PPP) dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) untuk memanfaatkan buah modernisasi sebagai senjata pertahanan. PPP dan UMP memfasilitasi KMB untuk meningkatkan kapasitasnya melalui pelatihan GIS (Geographic Information System) dan pembuatan film dokumenter. Dalam pelatihan ini, materi dan teknologi yang digunakan terkesan asing bagi mereka, GPS, laptop, drone dan kamera menjadi teknologi baru yang harus mereka pelajari. Namun, dengan semangat optimis, perlahan mereka mampu menguasainya.

Mereka berharap karya ini dapat membantu mempertahankan hutan dan tanahnya, mendokumentasikan kearifan lokal mereka agar tidak ditimpa oleh perubahan zaman, dan memotivasi pemuda Orang Rimba ataupun pemuda lainnya untuk mau terus memperjuangkan hak-haknya, serta bangga akan identitasnya, bangga dengan kearifannya, lalu cerdas dalam menyikapi perubahan zaman.

*Film “Nurang nang Tetinggal” dapat disaksikan di https://youtu.be/Sard52cNJds