Durion Rimba

Penulis: Taufik Hidayat | Foto: Aditya Dipta Anindita dan Taufik Hidayat

Foto: Aditya Dipta Anindita

Foto: Taufik Hidayat

Foto: Taufik Hidayat

Durion Rimba

Penulis: Taufik Hidayat | 3 Februari 2022

Sehabis hujan tadi malam, di pagi yang tak lagi buta, suara siamang masih saling sahut, burung-burung berkicau merdu. Di bawah rumah panggung yang biasa kami gunakan untuk kegiatan belajar-mengajar di rimba–kami menamainya ruma pelajoron Sako Napu, muncul kepulan asap putih dan suara obrolan yang terdengar samar. Aku turun kebawah karena ingin mendengar lebih jelas obrolan itu, tampak Pico dan Ngusor di sana. Aku lalu duduk di antara keduanya sembari menghangatkan tubuh di dekat tungku dengan ceret hitam gosong berisi air di atasnya.


Obrolan mereka tentang prediksi durian yang jatuh setelah hujan dan angin kencang tadi malam. Belum lama aku duduk, mereka mengajakku untuk melihat pohon durian yang letaknya tak jauh dari ruma pelajoron. Kami berjalan di antara pepohonan basah, menyibak rerumputan, dan sesekali melompati genangan air. Tepat di bawah pohon durian besar yang sekelilingnya ditumbuhi semak belukar, melalui tajuk pohon, arah angin, dan kemiringan tanah, kami mulai menganalisa di mana tepatnya durian dari pohon itu jatuh. Berkat analisa ala detektif itu, kami menemukan empat buah durian. Empat buah itu menurut mereka hasil yang lumayan karena musim gugur durian belum mencapai masa puncaknya. Dua dari empat durian itu busuk dan tak layak konsumsi, dua lainnya langsung kami eksekusi saat itu juga di bawah pohonnya. Musim durian merupakan bonus bagi setiap relawan guru rimba untuk bisa makan durian sampai puas dan aku sendiri beruntung bisa bertemu momen ini.


King of fruit adalah sebutan untuk buah durian dari Alfred Russel Wallace, seorang ahli botani yang menulis tentang durian dalam jurnal “On the Bamboo and Durian of Borneo” pada tahun 1856. Durian adalah buah yang juga menjadi primadona bagi Orang Rimba. “Durion”, begitu sebutannya dalam bahasa rimba. Musimnya menjadi momentum tahunan. Mulai dari berbunga hingga musim berakhir, Orang Rimba selalu menjaga durian dari gangguan hama. Ada klasifikasi khusus dalam siklus buah durian yakni berbungo (berbunga), kembang bunga durion (bunga mulai pecah), ngempalo tupoi belang (buah sudah sebesar kepala tupai), ngempalo cegak (buah sudah seukuran kepala monyet), ngaraiko sabut durion (kulit buah mulai keras), buang busuk (pohon durian menggugurkan buah yang busuk), lalu masuk ke musim gugur buah durian selama sekitar sebulan sepuluh hari. Orang Rimba mulai pindah ke dekat pohon durian saat masuk siklus ngempalo cegak karena saat masuk siklus tersebut durian harus dijaga secara intensif dari ancaman beruk yang menjadi hama utama durian.


Buah durian yang gugur tak hanya menjadi hak si pemilik pohonnya. Siapapun boleh ikut menunggu durian jatuh dan hasilnya dibagi rata oleh si pemilik. Durian rimba umumnya ada dua jenis yakni durian haji yang berduri pendek dan durian daun yang memiliki duri panjang. Orang Rimba juga punya olahan durian yang dimaksudkan agar durian dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Setelah puas memakan buah durian, biasanya Orang Rimba mengolah sisa limpahan buah durian menjadi lempuk. Lempuk dibuat dengan cara memasak buah durian dengan menggunakan kuali bersih yang memang dikhususkan untuk membuat lempuk. Jika kuali dan cara mengolahnya tidak bersih, maka olahan durian itu akan mudah berjamur nantinya. Untuk membuat lempuk ala Orang Rimba, durian dimasak tanpa campuran bahan apapun.


Di Taman Nasional Bukit Duabelas seluas 60.500 ha yang ditetapkan sebagai ruang hidup Orang Rimba, pohon durian tumbuh sangat subur dan eksistensinya menjadi bagian kehidupan Orang Rimba. Keberadaannya diatur dalam adat istiadat, ada denda adat yang harus dibayar bagi setiap orang yang menebang maupun merusak pohonnya. Dalam aturan adat dahulu, seluruh tanah di rimba merupakan milik komunal dan tak ada kepemilikan pribadi. Yang bisa menjadi milik pribadi hanya bento benuaron atau pohon buah-buahan. Namun, semenjak karet masuk rimba dan ada orang luar yang mulai membuka kebun di sekitar ruang hidup mereka, Orang Rimba mulai mengatasnamakan tanahnya. Meski demikian, sampai saat ini, walau tanah sudah menjadi milik orang lain tapi pohon durian masih tetap menjadi milik yang menanam, merawat, dan memiliki terlebih dahulu.