Biji Ketapa: Konservasi Tradisional

Penulis: Alberta Prabarini | Narasumber: Jefri Davidson Amakia | Foto: Rosalia Jola

Foto: Rosalia Jola

Foto: Rosalia Jola

Biji Ketapa: Konservasi Tradisional

Penulis: Alberta Prabarini | 17 Agustus 2021

Narasumber: Jefri Davidson Amakia

Biji Ketapa adalah kawasan hutan pamali yang tidak boleh dimasuki, apalagi dibuka. Kawasan ini merupakan bagian dari hutan yang dikelola secara kolektif oleh masyarakat adat di wilayah Desa Laboya Dete, Sumba Barat. Pada hutan kolektif ini, juga ditetapkan beberapa fungsi kawasan lainnya, yakni hutan yang boleh dimasuki untuk perburuan, yang boleh ditebang pohonnya untuk keperluan membangun rumah, dan yang bisa dibuka untuk ladang berpindah. Warga yang ingin memanfaatkannya, harus terlebih dahulu meminta izin pada klan penjaga hutan yang diemban oleh Klan We Hola melalui Rato dari Uma Kahila di Kampung Adat Sodan. Menyoal izin, Bapak Rato memberi pengertian durasi maksimal pembukaan lahan adalah tiga tahun. Selepas itu, wilayah bekas bukaan akan dibiarkan dalam waktu lama hingga kembali menjadi hutan rimbun. Sedangkan mereka yang selesai memanen padi ladang, akan berpindah tempat di area luar hutan untuk berganti menanam sawah padi.

Pembukaan ladang dilakukan secara bergotong royong antar kerabat dan tetangga, dalam Bahasa Sodan disebut dengan “hawada”. Setiap keluarga diwakili oleh satu anggotanya saat hari pengerjaan ladang. Biasanya yang bekerja adalah bapak-bapak atau remaja laki-laki usia 13 tahun ke atas.

Rato akan memimpin ritual pembukaan ladang yang disebut Pogoi Delo Pogoi Maho, juga saat menutup dengan ritual Kana Klunga Hagai Komi, Kana Kapuji Hagai Komi dengan maksud agar hutan kembali hijau. Masyarakat percaya jika kesepakatan waktu penggunaan hutan itu tidak diindahkan dan orang yang bersangkutan tetap berladang di sana, "digigit anjing Marapu" akan menjadi ganjarannya. Niscaya, orang yang melanggar itu akan mengalami sakit atau kecelakaan seperti gagal panen.

Pengelolaan hutan kolektif ala masyarakat adat di Laboya Dete ini merupakan contoh konservasi tradisional dan menjadi salah satu kekayaan pengetahuan lokal yang telah berkontribusi dalam menjaga kelestarian tanah dan air Indonesia sampai saat ini. Kita berharap lebih banyak perlindungan dan penghormatan kepada seluruh masyarakat adat penjaga Bumi Pertiwi.

Selamat Memperingati Hari Proklamasi!