Keadilan Pendidikan

Penulis: Fadilla Mutiarawati | Foto: Aulia Erlangga, Jefri Davidson Amakia, Agung Nugraha

Foto: Aulia Erlangga

Foto: Agung Nugraha

Foto: Jefri Davidson Amakia

Keadilan Pendidikan

Penulis: Fadilla Mutiarawati | 17 Juli 2021

Untuk mendapatkan hak pendidikannya di sekolah formal, anak-anak Suku Kajang di Sulawesi Selatan harus meninggalkan bahasa kesehariannya yakni bahasa Konjo. Sekolah formal tidak menggunakannya baik sebagai bahasa pengantar, ataupun sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah. Padahal, banyak sekali pengetahuan yang tersimpan dalam bahasa. Tidak hanya nama-nama bagian dari pakaian adat, rumah, ataupun upacara adat. Bahasa Konjo juga menyimpan informasi dan pengetahuan tentang sistem pengelolaan lahan, pengelolaan hutan, serta nama-nama tumbuhan atau hewan di dalam ekosistem yang mereka tinggali.

Sementara itu anak-anak Orang Rimba yang ingin pergi ke sekolah formal, mereka tidak hanya harus meninggalkan bahasa kesehariannya tetapi juga hutan dan keluarganya. Dalam proses pembelajaran pun, tidak satupun materi yang berangkat dari konteks hutan hujan tropis, rimba, tempat mereka bertumbuh kembang. Padahal, hutan hujan tropis tempat tinggalnya adalah ekosistem belajar yang kaya dan nyata. Mereka juga tidak akan mendapati pengetahuan leluhurnya yang kaya akan pengalaman empiris di dalam pelajaran atau diskusi di sekolah.

Di Tengger, sekolah formal bukan ruang untuk mendiskusikan kentang, daun bawang, atau kubis yang menjadi pemandangan desa mereka sehari-hari. Bentuk-bentuk pertanian yang dibicarakan di buku pelajaran, bukan bentuk pertanian yang ada di depan mata mereka. Bahkan anak-anak usia SMP yang sudah terlibat penuh di ladang, pelajaran sekolah tetap tidak membantu mereka menghadapi masalah-masalah pertanian.

Di Indonesia, setidaknya ada 633 suku yang memiliki 1.331 sub suku (BPS, 2010). Badan Bahasa Kemdikbud menyatakan ada 718 bahasa ibu di Indonesia (2020). Namun faktanya, tidak ada setengah dari jumlah tersebut yang memiliki ruang di sekolah. Ini artinya, anak-anak Kajang, Orang Rimba, dan Orang Tengger tidak sendiri. Masih ada ratusan kelompok suku di Indonesia yang anak-anaknya belum mendapatkan pendidikan yang adil bahkan mengalami “kekerasan budaya” dalam memperoleh hak pendidikannya.