Aku Ingin Jadi Biduan!

Penulis: Alberta Prabarini | Foto: Sarah Tamimi Pradoto

Foto: Sarah Tamimi Pradoto

Foto: Sarah Tamimi Pradoto

Foto: Sarah Tamimi Pradoto

Aku Ingin Jadi Biduan!

Penulis: Alberta Prabarini | 19 Juli 2021

Sumber Cerita: Sarah Tamimi Pradoto

Kamis malam itu, 18 anak Kampung Mariso usia 8-13 tahun berkumpul untuk belajar bersama usai kegiatan mengaji. “Apa cita-cita kalian?” tanya Kak Sarah, “Jadi biduan, Kak!” jawab Indri yang diikuti gelak tawa dari murid lain. Tentu wajah Indri langsung berubah kecut saat melihat teman-teman mengolok ke arahnya. Lalu guru-guru Sokola Pesisir yakni Kak Sarah, Kak Rida, dan Kak Asia berusaha menenangkan kelas dan mengajak mereka duduk melingkar.

Kak Rida perlahan bertanya, “Apa yang ada di benak kalian saat memikirkan tentang biduan? “Suka joget joget!” kata Putri. Lalu Sefa menambahkan, “Pakaiannya sexy!”. Ada pula yang menimpali, “Bisa bernyanyi dangdut, Kak!”. Asumsi-asumsi itu lantas mereka tuliskan di balon-balon yang tertempel di depan kelas. Kak Sarah lalu bertanya, “Apakah Biduan itu sama dengan penyanyi?” Mereka menjawab, “Iya, sama Kak.” “Apakah semua penyanyi itu bajunya seksi-seksi?” lanjutnya, “Tidak!” jawab anak-anak. “Apakah semua penyanyi disawer di atas panggung?” mereka juga menjawab, “Tidak.” Setiap mereka menjawab tidak, mereka harus memecahkan balon yang berisi prasangka-prasangka yang mereka buat sendiri. Satu per satu balon prasangka pecah, anak-anak mulai mencerna makna biduan dari berbagai sudut pandang.

Sejak bulan Juni kemarin, satu minggu sekali, Sokola Pesisir rutin mengadakan kelas perdamaian seusai mengaji. Setiap butir nilai dilakukan selama dua pertemuan. Seperti hari itu, mereka membedah salah satu dari 12 nilai perdamaian yakni “Menghapus Prasangka”. Menurut Kak Sarah, materi ini penting diberikan karena dulunya di daerah sekitar Sokola sering terjadi konflik antar kelompok, baik orang tua, remaja, maupun anak-anak. Sehingga, anak-anak perlu tahu apa yang baik dilakukan dalam relasi sosial. Seperti obrolan sore itu, yang membawa anak-anak murid mengurai banyak prasangka bahkan stigma yang ada di sekitar mereka selama ini, salah satunya tentang Biduan. “Oh, jadi biduan itu yang penting bisa nyanyi dan menghibur banyak orang ya, Kak!” ujar Sefa yang sekaligus menjadi kesimpulan paham bagi teman-temannya yang lain.